Menu:

Picture
Hamparan Pesisir Pantai Garut Selatan Sepanjang 83 km Lebihj, Berbatasan Langsung Dengan Laut Lepas Samudera Hindia. (Foto : Ari /Naskah John Doddy Hidayat).
POTENSI  ALAM  GARUT  PERLU  SENTUHAN  KREATIVITAS  SADAR  WISATA
( Oleh ; John Doddy Hidayat )

      Sekurangnya 50.283 hektare sawah di Kabupaten Garut, Jawa Barat, yang terhampar hingga pada celah areal perbukitan, juga puluhan ribu hektare kawasan perkebunan serta hutan sub trofisnya,  merupakan potensi ekonomi yang bernuansakan industri pariwisata.

     Jika pada setiap jengkal kawasannya, dikemas dengan sentuhan kreativitas sadar wisata masyarakat sekitarnya, dipastikan bisa dijual kepada wisatawan domestik maupun mancanegara, terutama yang berdatangan dari kepenatan suasana kota-kota besar.

      Mereka bisa menikmati Garut sejuk, asri serta bersih, yang dikelilingi pegunungan dan beningnya aliran air, sehingga diperlukan upaya masyarakat dengan dukungan pemerintah daerah setempat untuk memelihara, menjaga bahkan melestarikan alam lingkungannya masing-masing.

     Selain itu, membenahi serta menata lingkungan menjadi semenarik mungkin, untuk disinggahi wisatawan dari manapun, sekaligus disediakannya beragam komoditi bernilai ekonomi termasuk sarana-prasarana penunjang wisatawan.

      Kreativitas dan inovatif sadar wisata masyarakat, bisa direalisasikan sesuai dengan kemampuan sosial ekonomi masing-masing individu, diantaranya menyediakan sarana berteduh berbahan baku bambu juga cenderamata seperti miniatur domba Garut.

      Sedangka jenis kulinernya, bisa berupa kemasan wajit, angleng, jeruk serta dodol, termasuk lotek dan karedog.

      Sementara itu, Wakil Bupati Garut Rd Diky Chandra melalui Garut News mengajak seluruh komponen dan elemen masyarakat di daerahnya, agar berpola hidup sehat serta berpikir cerdas untuk berkreativitas, mengembangkan kemajuan potensi wisata di lingkungannya masing-masing.

       Dia mengingatkan, keamanan dan kenyamanan wilayah bisa mendatangkan wisatawan, apalagi disuguhi beragam kreativitas masyarakat yang menarik dan inovatif, antara lain pertunjukan pencak silat, atraksi ketangkasan domba Garut serta beragam tampilan seni tradisional.

      Menyusul kondisi panorama alam Garut, sangat mendukung pengembangan dunia wisata, bentangan hamparan pantainya sejauh 83 km lebih atau terpanjang di Provinsi Jawa Barat.

      Bahkan pantai Rancabuaya, merupakan kawasan pantai yang paling sejuk di dunia, meski langsung berbatasan dengan laut bebas, Samudera Hindia.

       Pemkab Garut, juga bisa mengembangkan wisata ilmiah, berupa pembuatan simulasi perjalanan ke angkasa luar, pada Stasiun Peluncuran Roket (Staspro) milik Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) di Cilauteureun Pameungpeuk. 

      Pengembangan wisata “zoology”, dapat dilaksanakan di kawasan “leuweung” (hutan) Sancang Kecamatan Cibalong, yang memiliki beberapa jenis spisies vegetasi terlangka di dunia.

      Sedangkan keunikan alami lainnya di Kabupaten Garut, air terjun “Sayang Heulang” karena air laut yang justru bermuara ke sungai, padahal di belahan dunia manapun air sungai lah yang bermuara ke laut.

      Selain itu terdapat hamparan Pantai Gunung Geder, di Kecamatan Cikelet, sekitar 95 km arah selatan dari Pusat Kota Garut, bentangan pasir putihnya menyerupai keindahan Pantai Kuta Pulau Dewata, Bali.

     Terdapat pula kawasan lindung Pantai Sancang, yang memiliki keanekaragaman biota laut memikat dan langka di dunia.

     Kawasan perkebunan tehnya, tersebar di Dayeuh Manggung Kecamatan Cilawu, Cikajang, Cisompet, Pakenjeng terdapat pula perkebunan karet serta kelapa sawit, juga perkebunan akar wangi berkualitas ekspor.

     Kabupaten Garut berpenduduk sekitar 2.401.248 terdiri 1.216.139 laki-laki dan 1.185.109 perempuan dengan laju pertumbuhan penduduk (LPP) nya 1,59 persen setiap tahunnya.

     Kecamatan Garut Kota, Malangbong dan Karangpawitan merupakan tiga wilayah kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak, masing-masing 126.429, 118.606 dan 115.926, sedangkan jumlah penduduk paling sedikit kecamatan Mekarmukti (15.601).

      Mekarmukti serta kawasan Garut selatan lainnya, dengan luas wilayah dua pertiga namun penduduknya sepertiga, meski pada wilayah tersebut memiliki beragam potensi sumber daya alam yang berlimpah ruah, termasuk potensi wisatanya.

      Sehingga diperlukan kreativitas dan inovasi masyarakatnya, mengembangkan potensi wisata, menyusul kawasan Garut selatan telah dilintasi jalur lingkar ruas jalan Jawa Barat selatan, yang menembus hingga ke Kabupaten Tasikmalaya dari Kabupaten Sukabumi.

      Sepanjang jalur tersebut, banyak lokasi pertanahan yang telah dimiliki warga perkotaan, sebagai investasi masa depan mereka, meski saat ini umumnya masih berkesan diterlantarkan.

     Beberapa bangunan vila maupun tempat peristirahatan telah didirikan, warga setempat sebagian besar sebagai pekerja atau penggarap tanah.

      Karena itu denyut dan bangkitnya perekonomian masyarakat, hanya bisa disikapi dengan pengembangan kearifan lokal mereka, yang diwujudkan dengan kreativitas serta inovasi mengembangkan sadar wisata, mewujudkan sektor perekonomian secara mandiri. ***(John/ 09/10).
Picture
Lokasi Penambangan Emas Di Cihideung Garut, Nyaris Menyerupai Barak Persembunyian Tengah Hutan Pada Perang Vietnam/ 'The Killing Field' ( Foto : Ridwan Mustofa).
KECEMASAN  MASIH  WARNAI   WARGA  PERKAMPUNGAN  CIHIDEUNG
Garut News, ( Sabtu, 18/9 ).

     Sebagian warga Perkampungan Cihideung di Desa Cipangramatan Kecamatan Cikajang Garut, yang semula sarat dengan “asa” bisa menjadi jutawan, saat ini mulai sirna menyusul kerapnya terjadi intrik, silang pendapat bahkan pertikaian seputar lapak yang mereka yakini berpotensi emas permata.

    Asa yang kian berganti menjadi kecemasan di kawasan hutan lindung itu, akibat masih dibingkai kuatnya ambisi bisa menuai hasil panen tanpa tandur, serbuk kemilau logam mulia yang mahal dan indah menawan menurut versi manusia.

     Sehingga memunculkan tragedi awal, terjadinya serangan warga Cikopo, Jumat (17/9) lalu yang masih penduduk Desa Cipangramatan, dipastikan peristiwa itupun dibungkus dengan beragam dalih serta alibi, meski “wallahualam” nilai kebenarannya.

     Menyebabkan dua unit mobil jenis Feroza dan Escudo jadi sasaran amuk massa, malahan massa yang temperamental pun, mengobrak-abrik belasan saung di perbukitan terjal termasuk merusak mesin Diesel, yang selama ini dijadikan sumber penerangan.       

     Hingga kini, sumber sumber yang berpotensi bisa memberikan keterangan pers, lebih banyak memilih aksi “GTM” (gerakan tutup mulut), namun diprediksi kuat aksi massa tersebut, akibat perebutan lapak maupun lahan usaha penambangan emas yang secara ilmiah, belum jelas volume kandungan potensinya.

     Sementara itu, tugas pokok dan fungsi Dinas Sumber Daya Air dan Pertambangan (SDAP) Kabupaten Garut, mengesankan semakin samar malahan bias untuk menertibkan serta menyajikan regulasi penambangan, yang semestinya diawali analisa masalah dampak lingkungannya termasuk proses perijinan.

     Sedangkan Kadis SDAP, Ir H. Widyana juga mengesankan lebih sibuk “wara-wiri” mengurus royalty geothermal daripada membenahi aktivitas penambangan liar yang bisa menghancurkan kondisi lingkungan dimana-mana.

     Aparat penagak hukum, sesuai dengan kewajibannya berupaya menertibkan masyarakat, namun sejauh ini nyaris tak terdengar gaungnya berupaya menertibkan “oknum aparat” yang diindikasikan berada di belakang setiap kelompok para penambang.  

     Jika fenomena tersebut terus-menerus berlangsung, daerah ini pun terancam menjadi Kabupaten Beling. ( John Doddy Hidayat/ artikel ).
Picture
Seorang Pemulung Di Kota Garut Tengah Mengumpulkan Dus Dan Makanan Sisa. (Foto : Nova Nugraha Putra).
HARI  ANAK  NASIONAL  DI  GARUT  DIWARNAI  ISU  CULIK    
(Oleh :  John  Doddy  Hidayat)

Garut News, (25/7).

     Di tengah rangkaian berbagai kegiatan Hari Anak Nasional (HAN) 2010 di Kabupaten Garut, Jawa Barat, juga antara lain diwarnai isu culik dengan beragam versi dan opini, namun cukup meresahkan masyarakat terutama di desa serta perkampungan penduduk.

     Meski selama ini, aparat berwenang setempat melalui media massa kerap mengingatkan, agar warga tak mudah terpancing serta percaya terhadap isu yang dinilai menyesatkan tersebut.

     Sementara itu, di tengah berbagai permasalahan menyedihkan yang masih banyak dialami anak terlantar di Indonesia, banyak pula kalangan orang tua serta kondisi lingkungan mereka berhasil mewujudkan kualitas anak secara prima.

    Baik kualitas fisik, moral, mental serta keilmuannya sehingga berdaya saing tinggi dengan fair, meski saat ini semakin sulit bisa mendapatkan sarana dan fasilitas umum yang sehat bagi dinamika perkembangan anak di Negeri yang Bernama Indonesia.

     Kondisi tersebut juga kian diperparah, adanya mentalitas oknum kalangan birokrat yang rusak, terbukti tak sedikit anak berhasil menjadi dewasa dan memiliki disiplin keilmuan melalui jenjang pendidikan tinggi, justru tidak lulus mengikuti seleksi penerimaan pegawai negeri.

     Padahal terus meningkatnya obsesi menjadi pegawai negeri, antara lain sebagai akibat pula dari sangat terbatasnya lapangan pekerjaan layak yang bisa disediakan oleh pemerintah.

     Maka pembangunan karakter bangsa, juga hendaknya sejalan dengan dilakukannya pembangunan karakter anak, generasi muda dan pembangunan karakter kalangan birokrat di manapun.

     Barangkali, tidak cukup hanya membangun karakter anak dan generasi muda, jika karakter sebagian besar oknum para penyelenggara negara dibiarkan terus-menerus sakit parah.

     Sedangkan rusaknya karakter penyelenggara pemerintahan hingga ke tingkat daerah maupun kabupaten, antara lain ditandai indikasi jual-beli jabatan, transaksi jabatan dengan nepotisme serta kolusi.

    Maka sangatlah sulit mewujudkan kualitas masa depan anak yang prima, jika kondisi karakter aparat pemerintahannya masih banyak yang “linglung” maupun munafik. (John).
Picture
Situ Bagendit Juga Dipasok Air Dari Ciburial. (Foto : Fendi Pamela).
CIBURIAL  BANYURESMI,  SUMBER    AIR    PEGUNUNGAN

Oleh, John Doddy Hidayat

Garut News, (4/7).

      Ciburial Kecamatan Banyuresmi Garut, Jawa Barat, merupakan sumber mata air dari pegunungan, yang secara alami membentuk genangan kolam di bawah rumpun bambu perkampungan penduduk.

      Potensi debet airnya yang jernih dan bening, selama ini selain mengairi areal persawahan, juga memasok Situ Bagendit bahkan setiap pagi dan sore dimanfaatkan warga sekitarnya untuk mandi termasuk mencuci pakaian.

     Selain itu setiap hari libur, banyak dimanfaatkan sebagai sarana berenang karena kedalamannya rata-rata mencapai diatas satu meter, pada kolam alami seluas sekitar seperempat hektare.

     Sedangkan ancamannya, antara lain jika perbukitan di sekitarnya tak dipelihara dan dilestarikan beragam vegetasinya, maka tak mustahil situs warisan sumber daya air yang telah berusia ratusan malahan ribuan tahun lalu itu, akan menyusut dan mengering.

     Maka diharapkan, berbagai kalangan masyarakat bisa ikut serta menjaga dan melestarikan alam sekitarnya, menyusul fenomena alam tersebut saat ini semakin langka bisa ditemukan di manapun, bersamaan masih maraknya perambahan hutan dimana-mana. (John).

PORDA  JABAR  NYARIS  DITENGGELAMKAN  SKANDAL  ARIEL

Oleh, John Doddy Hidayat
 


Garut News, (27/6).     

      Gaung dan gegap-gempitanya semangat berlaga, pada Pekan Olahraga Daerah (Porda) XI Jawa Barat mulai 4 Juli mendatang, kepopolerannya nyaris selama ini ditenggelamkan gencanya pemberitaan skandal ”murahan” Ariel bersama Luna Maya dan Cut Tari.
    


      Kondisi tersebut, juga diperparah perhatian sebagian besar masyarakat terfokus pada penyelenggaraan Piala Dunia (PD) 2010, meski terdapat beberapa kalangan yang mengaku bosan terus-menerus menjadi
”penonton” ajang prestasi bangsa lain itu.     

       Padahal pada Ahad ini, telah enam hari menjelang Porda Jabar, sebagai wahana membuktikan meraih prestasi dengan
”elegan dan sportivitas tinggi”.      

      
Menyusul dalam salah-satu perhelatan akbar warga di
”tatar Soenda” ini, terdapat amanah masyarakat yang patut dipenuhi dengan prestasi yang setinggi-tingginya, termasuk amanah sekitar 2,5 juta penduduk Kabupaten Garut.     

     
Karena miliaran rupiah, biaya yang diserap untuk mendukung kontingennya dari APBD merupakan uang milik rakyat, meski barangkali dana bantuan itu dinilai masih relatif kecil dibandingkan dengan kebutuhan.
    

       Tetapi sekecil apapun milik orang banyak, bahkan selama ini pun subsidi langsung Pemkab setempat kepada usaha produktif rakyat, nilainya bisa lebih kecil lagi, bahkan banyak yang nihil sama sekali.
    

       Sehingga tertumpu harapan, melalui penyelenggaraan Porda Jabar, terwujud prestasi gemilang olahragawan asal Garut dari berbagai cabang olahraga, agar bisa tampil di tingkat nasional bahkan internasional.
    

      
Bukan sebaliknya, malahan yang populis hanya segelintir oknum pengurus olahraga yang menjadikan ajang ini sebagai
”manuver” untuk meraih prestase dan keuntungan pribadi semata, ”amit-amit hal itu jangan terjadi di Garut”.         

     
Sebab, sepersen apapun rakyat telah menyumbangkan dananya melalui APBD, termasuk uang yang bersumber dari para penjual
”cengek” di pasar becek, yang sejak menjelang tengah malam telah menggelar dagangannya di Pasar Ciawitali maupun Pasar Guntur. **** (John). 

LEMBAH  KAMPUNG  RAHAYU  RENTAN  TANAH  LONGSOR
( Oleh John Doddy Hidayat).

Garut News, (13/6).
    

     Lembah yang diapit kaki pegunungan di Perkampungan Rahayu Desa Lebak Agung Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut, Jawa Barat, berkondisi rentan bencana tanah longsor.
    

     Kawasan yang berbatasan dengan Kelurahan Cimuncang Kecamatan Garut Kota itu, berdasarkan pemantauan di lapangan, Minggu menunjukan, cukup curam sedangkan vegetasi tumbuhannya termasuk rumpun bambu sering ditebangi.
    

     Bahkan beberapa jenis kayu hutan, kerap terlihat ditebang meski masih berusia muda, padahal selain terdapat areal persawahan, juga cukup banyak di dirikan rumah penduduk.
    

     Pendirian rumah warga, tersebar pada lereng curam yang hanya bisa ditempuh melalui ruas jalan setapak menanjak, meski sejauh ratusan meter diantaranya di semen permanen, selebihnya jalan beralaskan tanah, namun acap tergenang rembesan air serta genangan dari bekas hujan.
    

     Sedangkan pada punggung perbukitannya, nyaris tak tersisa pohon keras melainkan sejauh mata memandang, hanya ditumbuhi rumput liar dan ilalang, juga hanya dilintasi ruas jalan setapak beralaskan tanah banyak berlubang, akibat gerusan air hujan.
    

     Sementara itu, ruas jalan sekitar Kelurahan Cimuncang, banyak ditemukan lokasi pembuangan limbah industri penyamakan kulit, selain menimbulkan aroma bau yang tak sedap hingga sejauh ratusan meter, juga nyaris selamanya dibiarkan berserakan di lereng pinggiran jalan.
    

     Meski wilayah di sekitarnya bisa dijadikan salah-satu obyek wisata menarik, panorama alamnya berbukit, sehingga hamparan pusat Kota Garut bisa terlihat jelas dari lokasi ini.
    

     Udaranya pun cukup sejuk, yang ideal bagi sarana peristirahatan, dengan jarak tempuh dari pusat kota dapat dicapai selama 30 menit.
    
     Tetapi potensi alam, yang memikat tersebut mengesankan terus dibiarkan berlangsung kerusakan lingkungannya, termasuk bertebarannya lokasi pembuangan limbah kering dari kegiatan industri penyamakan kulit.
**** (John).
Picture
Longsor Mandalawangi (Foto : PVMBG)

UNGKAPAN  "SUKU  BANGSA" 
BERKONOTASI  DISKRIMINASI


Oleh  Risman  Hamid    

     Konsepsi wawasan nusantara, sebagai cara pandang yang melahirkan daya pikir, sikap, dan perilaku dalam satu kesatuan Ipoleksosbud-Hankam, juga merupakan penjabaran nilai luhur falsafah bangsa. Khususnya, sila ketiga Pancasilan.

      Bahkan, pengamalannya harus menjadi pijakan kehidupan sehari-hari yang terbingkai semboyan Bhinekha Tunggal Ikha. Agar, ratusan suku di Indonesia dapat menjadi potensi yang memperkokoh perekat persatuan dan kesatuan.     

     Sehingga, rakyat selaku unsur abadi sebuah bangsa, memiliki keinginan dan itikad baik memperjuangkan kepentingan bersama, yakni masyarakat adil makmur berdasarkan pancasila dan UUD-1945.
     
     Karena itu, pencapaian tujuan ini patut ditopang political will pemerintah yang esensial. Berupa meniadakan sama sekali pelbagai sebutan suku bangsa, baik secara lisan atau ntulisan.
    
  
     Sebab, ungkapan tersebut berkonotasi diskriminasi dan berdampak psikologis menghambat proses pembauran secara alami. Padahal, pembauran secara alami itu jauh lebih baik ketimbang akulturasi yang dipaksakan.
    

     Sedangkan, fenomena selama ini barangkali tidak kita sadari. Pada penerapan salah satu sistem administrasi pun masih mencerminkan adanya pengelompokan etnis atau pun asal usul komunitas tertentu.
    

     Terbukti, setiap pemenuhan kelengkapan administrasi terdapat kewajiban menuliskan asal suku bangsa. Keharusan serupa tertera pada biodata dan riwayat hidup ketika hendak melamar pekerjaan, melanjutkan pendidikan, dan lain sebagainya.
    

     Ironisnya pula, mungkin kita pun lupa pola ini merupakan warisan kolonial. Sehingga, warisan itu kian melembaga diterapkan, termasuk pada litsus. Meski hal itu sebagai peninggalan kaum penjajah masa lalu.
    

     Kita ketahui bersama, kolonial Belanda berabad-abad lamanya menjajah bangsa lain dengan menghalalkan cara apapun, Termasuk melalui politik memecah-belah antar suku bangsa di Nusantara.


” Ciptakan feodalisme ”
    

     Berawal dari aktivitas dagangnya, Belanda pun dulu terus melirik bumi Indonesia. Bahkan jauh sebelum bangsa dari Eropa itu melakukan agresi dan intervensinya, mereka pun menerjunkan sejumlah tim peneliti ke seluruh pelosok daerah.
    

     Selain para antropologi, ilmuwan lainnya pun dengan pelbagai penyamarannya terus menghimpun informasi karakteristik dan potensi. Agar, mereka bisa mengetahui kelemahan bangsa Indonesia untuk dicerai-beraikan. Upayanya antara lain melalui pemberian gelar-gelar kebangsawanan, penunjukan tuan-tuan tanah, dan menciptakan kesenjangan antara kaum ningrat dan rakyat jelata.
        
     Ketika
mereka menjajah pun, kondisi demikian kian ditumbuh suburkan. Sehingga, melahirkan feodalisme selama berabad-abad yang sampai sekarang dapat dirasakan. Bahkan, tidak mustahil masih banyak kalangan tertentu yang tetap berkeinginan mempertahankannya.     

     Pada gilirannya tatanan yang diwujudkan kolonialisme itu, semakin memperlebar kesenjangan sosial masyarakat dan perbedaan perbedaan krusial antara suku bangsa di wilayah Nusantara. 
    

     Zaman terus bergulir, timbulah kesadaran kaum cendikiawan Indonesia untuk memerdekan bangsanya. Akhirnya mereka pun bersama seluruh potensi rakyat meraih kemerdekaan RI, yang sebelumnya juga diwarnai bangkitnya gerakan kebangsaan Boedi Oetomo dan diikrarkannya Sumpah Pemuda.
    

     Maka, kita sebagai bangsa yang besar dan utuh dalam negara kesatuan RI, selayaknya pula mengubur ungkapan-ungkapan yang berkonotasi rasialisme. Sebab, meski kini berada di alam kemerdekaan, tidak mustahil pula pencantuman asal suku bangsa bakal memicu semangat primordialisme, kolusi dan nepotisme berwajah modernisasi.
    

     Apalagi jika terus-menerus menyoal status kewarganegaraan yang pri dan non-pri, sampai kapan pun tidak bakal menyelesaikan masalah. Sehingga idealnya, cukup mengakhirinya dengan penyebutan bangsa Indonesia dalam sistem administrasi untuk kepentingan apapun.


”Memaknai kemerdekaan ”
    

     Meski berbagai sumbang saran, opini, dan rspon spontanitas kian marak menyusul terjadinya masalah rasial berupa kerusuhan dan penjarahan 14 Mei lalu itu, patut dipertimbangkan guna mencari empati agar tidak terulang lagi.
    

     Akan tetapi, secara yuridis formal layak pula disepakati untuk menghilangkan sama sekali ungkapan ”suku bangsa” dalam bentuk dan kepentingan apapun, termasuk pada sistem administrasi pemerintahan. Karena, kita pun sepakat sebagai bangsa Indonesia.
    
     Upaya akulturasi apapun termasuk melalui pernikahan campuran, belum banyak terasa manfaatnya jika kita masih melembagakan penyebutan-penyebutan sukuisme di antara bangsa kita sendiri. Padahal, ikrar Sumpah Pemuda jelas menunjukan kita sebagai bangsa yang bertanah air dan berbahasa satu, Indonesia.
    

     Barangkali idealnya, hari jadi RI tahun ini peringatannya layak kita maknai dengan memproklamasikan penghapusan penyebutan ”suku bangsa”, Dirgahayu ke-53 RI Indonesia-ku.
     

    

Penulis, Wakapolwil Priangan, berdomisili di Garut, tulisan ini pernah dimuat pada halaman V Harian Umum ABRI, Sabtu 5 Desember 1998. ****(John/Hidayat).

 
 

"GARUT NEWS", GALI   POTENSI   INFORMASI   KEARIFAN   LOKAL

( Oleh : John Doddy Hidayat )
Garut News, (30/5).

     Garut News, yang kini masih dibingkai dalam wahana blog internet, kehadirannya untuk menggali beragam potensi informasi kearifan lokal setempat, agar melalui dunia maya itu, Garut bisa dikenal oleh masyarakat internasional.

    Karena dengan perkembangan global perangkat komunikasi dan informasi saat ini, penduduk di daerah lebih dominan dijejali beragam informasi dari Jakarta dan provinsi bahkan dari mancanegara, sementara itu informasi dari daerah hanya bisa tampil setelah melalui selektivitas yang cukup ketat.

    Padahal beragam informasi ritme dinamika kehidupan masyarakat di daerah pun, patut mendapatkan tempat yang layak untuk dipublikasikan secara global, sepanjang materi informasinya bisa dipertanggungjawabkan secara hukum dan ilmiah.

    Menyusul kaedah ilmu dan teori jurnalistik, penerapannya kerap diwarnai selera maupun kebiasaan redaktur yang menyeleksinya, termasuk diwarnai keberpihakan media yang menyiarkannya.

    Meski keterbukaan informasi yang konstruktif semakin mendesak bisa diakses berbagai kalangan masyarakat, yang memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang benar dan sehat, sehingga sementara hadir blog www.garutnews.weebly.com sebagai upaya persiapan dimilikinya sarana website, yang representatif.

    Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Garut, H. Hilman Faridz, SE, M.Si menyatakan, Sabtu lalu akan segera menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Transparansi dan Partisipasi Publik.

     Menyusul telah diundangkannya Undang-Undang Nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), meski sebelumnya Kabupaten Garut memiliki Perda Nomor 17/2008 tentang Transparansi dan Partisipasi Publik, namun dinilai perlu dilakukan kajian ulang, katanya.

    Karena sekaligus akan disiapkan penyediaan sumber anggaran dan selektivitas termasuk penentuan unsur perwakilan pemerintah daerah setempat, dalam proses pembentukan Komisi Informasi Kabupaten (KIB) setempat, tegas Hilman Faridz, pada akhir seminar dan workshop implementasi UU N0. 14/2008 di daerahnya.

    Pada perhelatan yang digelar Masyarakat Peduli Anggaran (MAPAG) Garut, The Asia Foundation serta Pilar Nusantara tersebut, dibuka Bupati Aceng H.M Fikri antara lain dihadiri Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP), Alamsyah Saragih serta kalangan legislatif setempat.

    Ketua DPRD Garut, diwakili Agus Koswara mengemukakan secepatnya akan melaksanakan kajian secara menyeluruh mengenai Perda N0. 17/2008, karena ketika disusun antara lain hanya berdasarkan inisiatif dan semangat kalangan DPRD setempat.

    Sementara itu Bupati Garut antara lain mengingatkan, informasi merupakan hak konstitusional warga bangsa untuk mengisi babak baru, dalam mewujudkan dukungannya terhadap kinerja dan pembangunan pemerintahan termasuk di daerahnya.

    Sedangkan Ketua KIP, Alamsyah Saragih secara detail menyosialisasikan UU No.14/2008 tentang KIP, termasuk antara lain mempresentasikan hak dan kewajiban Badan Publik, dilanjutkan dengan dialog interaktif dengan seratusan peserta seminar dari berbagai komponen dan elemen masyarakat.

    Disikapi pula masih terdapatnya belasan Peraturan Daerah (Perda) di Kabupaten Garut, yang hingga kini masih belum maksimal disosialisasikan, serta ketertutupan hasil seleksi penerimaan CPNS Pemkab Garut 2009, berdasarkan produk penilaian yang dilaksanakan Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung.**** (John)